CATATAN PERJALANAN with MATAGIRA


CATATAN PERJALANAN
#MILADKE-4 #MATAGIRA #EPISODE_SANGHYANG_POEK


Bismilllah,
Muslims Adventurer Assosiation of Giri Ranggah atau yang biasa disingkat MATAGIRA pada hari rabu lalu (14 Oktober 2015 M/1 Muharram 1437 H) genap berusia 4 tahun. Ibarat bayi yang berumur 4 tahun, MATAGIRA masih sangat rentan. Perlu dukungan dan partisipasi yang lebih agar MATAGIRA bisa tumbuh dan sejajar dengan organisasi pecinta alam lainnya.
Pembaca yang budiman, kali ini saya akan bercerita mengenai kegiatan yang dilakukan oleh anggota MATAGIRA saat perayaan milad ke-4 ini. Mau tau kan ?
Nah, mari kita flashback terlebih dahulu ke beberapa hari sebelum tanggal 14 Oktober. Tepatnya hari Senin, entah tanggal 27 September atau 4 Oktober 2015 beberapa anggota yang berasal dari Anggota Muda 3 (AM 3) dan Anggota Muda 4 (AM 4) bersama dengan perwakilan pengurus dan dewan perintis berkumpul untuk membicarakan agenda Musyawarah MATAGIRA yang akan dilaksanakan pada tanggal 17-18 Oktober 2015. Dewan perintis yang diwakili oleh Kang Dera menyampaikan informasi terkait milad MATAGIRA. Beliau mengajak kepada kami semua untuk melakukan perjalanan ke alam pada saat milad MATAGIRA nanti. Akhirnya kami sepakat dan mulai menginformasikan kepada anggota yang lain.
Alhamdulillah wa Syukurillah tanggal 1 Muharram telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai hari libur nasional, sehingga kemungkinan besar banyak anggota MATAGIRA yang bisa hadir. Ternyata, anggota yang konfirmasi hadir sebanyak 26 orang. Jumlah yang cukup besar. Sebab, biasanya kegiatan MATAGIRA hanya diikuti oleh belasan orang saja.
Tempat yang dipilih untuk jadi destinasi kali ini yaitu Gua Sanghyang Poek yang secara geografis terletak di daerah Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Sanghyang yang dalam bahasa sunda berarti dewa; suci; tempat suci dan poek yang berarti gelap. Menurut saya artinya kurang lebih yaitu tempat yang dianggap suci atau gua yang disucikan, oleh siapa ? yaa tentunya oleh masyarakat sekitar yang bermukim di wilayah tersebut. Sanghyang poek sengaja dipilih sebab dirasa aman, karena gua ini merupakan gua pasif. Artinya, tidak ada aliran sungai di dalamnya. Lokasinya juga terjangkau (dekat dengan kota bandung), juga yang tak kalah penting yaitu kita tidak dikenakan tariff masuk alias gratis, sehingga budget yang mesti dikeluarkan pun tidak akan terlalu besar.
---Tibalah saatnya hari H---
Kami berangkat dari Universitas Pendidikan Indonesia sekitar pukul 08.00 WIB dengan men-carter dua buah angkot yang tentunya ada pemisahan antara angkot untuk peserta ikhwan dan akhwat. Agak disayangkan ada beberapa orang anggota yang tidak jadi ikut karena satu dua hal, sehingga yang fix hadir hanya berjumlah 22 orang. Jumlah ini terdiri dari 13 akhwat dan 9 ikhwan.
Sebelum berangkat, kami melakukan apel pembukaan sekaligus do’a bersama agar lancar di perjalanan dan selamat sampai tujuan. Kami juga dibagi kedalam empat kelompok (Kelompok 1 dan 2 Akhwat serta Kelompok 1 dan 2 Ikhwan). Setiap kelompok diberikan 10 soal cerdas cermat mengenai MATAGIRA yang nanti akan dikumpulkan ketika sampai di tempat tujuan. Selain itu, akan ada beberapa games juga nantinya. Jadi, dalam kegiatan ini kita akan berkompetisi dan beradu kekompakan antara kelompok 1 dan 2 (baik yang di akhwat maupun ikhwan).
Berhubung masih pagi dan rute kami melewati jalan tol, durasi perjalanan kami hanya sekitar 1 jam hingga sampai ke pertigaan yang terdapat plang yang bertuliskan ‘PLTA SAGULING’. Perjalanan kemudian berlanjut sekitar 10 menit dan tibalah kami di sebuah kawasan bangunan yang terkenal dengan pipa-pipa besar sebagai saluran air yang bersumber dari danau Saguling. Orang-orang menamakan bangunan tersebut sebagai power house. Tidak lama setelah turun dari angkot, kami pergi mencari sumber air untuk berwudhu dan tidak lupa melaksanakan Sholat Dhuha. O ya, menurut saya hal ini adalah kebiasaan positif MATAGIRA yang sangat penting untuk dipertahankan.
Kami kembali melanjutkan perjalanan, yaitu dengan berjalan kaki. Awalnya saya kira akan lama, eh ternyata hanya kurang lebih 20 menit. Saat berjalan kaki, saya sedikit berbincang dengan Teh Ria perihal Sanghyang Poek. Saya bertanya mengenai perbedaan Sanghyang Poek dengan Sanghyang Tikoro dan Sanghyang Heuleut (banyak banget Sanghyangnya). Ternyata meskipun sama-sama sanghyang ketiga tempat itu berbeda. Sanghyang Tikoro adalah gua aktif yang terdapat aliran sungai didalamnya dan sampai saat ini belum diketahui ujungnya, sehingga masih dibilang berbahaya. Berbeda dengan Sanghyang Tikoro, Sanghyang Poek masih aman dengan alasan-alasan yang sebelumnya saya paparkan. Kalau Sanghyang Heuleut itu adalah danau kecil yang letaknya tersembunyi (lebih jauh dari Sanghyang Tikoro dan Sanghyang Poek).
Akhirnya sampailah kami di lokasi. Disana terdapat papan kecil yan bertuliskan “Gua Purbakala Sanghyang Poek”. Kami istirahat sebentar, kemudian ada pematerian mengenai Gua yang disampaikan oleh Teh Ria.
Sumber : Dokumen Pribadi
Banyak ilmu yang didapat dari pematerian Teh Ria. Ternyata gua itu menurut bentuknya terbagi menjadi dua jenis, yaitu gua horizontal dan gua vertikal. Sanghyang Poek masuk kedalam jenis gua horizontal, sebab saat menyusurinya kita cukup dengan berjalan seperti biasa. Berbeda dengan gua horizontal, gua vertikal memerlukan peralatan yang cukup banyak ketika kita menyusrinya. Juga tentunya diperlukan kemampuan untuk menggunakan peralatan-peralatan tersebut.
Berdasarkan proses terbentuknya, gua dibagi menjadi beberapa macam. Ada gua karst, yaitu pada kawasan yang telah mengalami karstifikasi atau pelarutan. Ada gua vulkanik, yaitu gua yang terbentuk dari hasil aktivitas vulkanik. Ada juga gua litoral atau gua yang terbentuk akibat pengikisan air laut. Menurut kalian gua Sanghyang Poek masuk ke yang mana ? ayoo. Jika kita perhatikan, gua sanghyang poek itu berada di daerah karst sehingga termasuk kedalam jenis gua karst.
Pematerian tentang gua yang disampaikan oleh Teh Ria masih banyak lagi. Ada pembagian area-area gua, jenis-jenis ornamen yang ada pada gua sampai biota yang biasa ditemukan di gua. Jika pembaca ingin tahu lebih lanjut tentang gua ternyata ada ilmu yang secara khusus membahas dan mempelajari gua, yang dinamakan Speleologi. Bukan caving yaa. Caving atau susur gua itu lebih merujuk pada aktivitasnya.
By the way, kenapa sih kita perlu tahu dan ada baiknya berkunjung ke gua. Pembaca mungkin masih ingat kisah Rasulullah SAW saat peristiwa turunnya wahyu dari Allah SWT yang pertama kali ? dimanakah tempatnya ? yaa, tepat sekali. Gua Hiro. Gua yang menjadi saksi bisu turunnya lima ayat pertama Q.S Al-‘Alaq. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW sering mengunjungi gua tersebut. Beliau melewatkan banyak waktunya di gua untuk bertafakur, merenung dan mencari ketenangan. Jadi, apa salahnya kita sebagai umat Rasulullah SAW mencontoh kebiasaan beliau. Gua atau yang dalam bahasa arabnya dinamakan Kahfi juga diabadikan menjadi salah satu nama Surah dalam Al-qur’an, Masya Allah.
Setelah pematerian, kami pun melakukan susur gua. Di dalam gua ternyata sangat gelap. Kita memerlukan senter sebagai alat penerang. Baru beberapa meter kami masuk, di dinding gua mulai terlihat batuan yang menyerupai marmer. Pada batuan-batuan tersebut terdapat mineral-mineral yang seakan-akan ada unsur kristal didalamnya. Eksotis !
Sumber : Dokumen Pribadi

Kami pun akhirnya sampai di mulut gua. Persis di depannya terdapat aliran sungai Citarum Purba yang terkenal dengan batu-batu besar yang ada disepanjang sungainya. Airnya jernih dan bisa dikonsumsi, dibuktikan dengan masih adanya biota yang hidup dalam air tersebut.
Acara kemudian dilanjutkan dengan lomba memasak. Setiap kelompok diharuskan untuk mencari potongan kertas yang bertuliskan bahan masakan yang harus dimasak. Potongan-potongan kertas itu di simpan di dinding-dinding gua. Kelompok saya kebagian memasak tempe, ikan asin dan keciwis. Kelompok lain ada yang mendapatkan bahan sambal, jengkol, tahu, kangkung, nugget dan ayam. Lalu, setelah selesai memasak kami melaksanakan sholat. Kemudian makan bersama.
Ada hal yang membuat saya takjub. Masakan yang di konsumsi di alam, walaupun bahan dan bumbu seadanya serta alat memasak yang minim lebih terasa nikmat di lidah. Berbeda dengan masakan lain yang dikonsumsi saat berada di pesawat terbang. Katanya walaupun bahan, bumbu serta peralatan masak yang memadai tidak akan terlalu nikmat sebab kurang maksimalnya fungsi indera pengecap yang dipengaruhi kebisingan pesawat terbang. Luar biasa !  
Kegiatan yang kami lakukan selanjutnya yaitu games. Games ini diadakan untuk menunjukan sejauh mana kekompakan dari masing-masing kelompok. Ada juga games berupa lomba membuat alat pancing ikan agar kami tahu bagaimana cara membuat alat pancing yang digunakan untuk survive di sungai. Dan tentunya hampir di seluruh kegiatan ini ada pemisahan antara yang ikhwan dengan yang akhwat.
Games-pun berakhir. Kami, khususnya yang akhwat melakukan prosesi pengukuhan nama angkatan untuk angkatan saya, AM 4. Nama angkatan yang diberikan kepada angkatan kami yaitu Satja Wanalata (Sat = enam, ja = wanoja, wana = gunung, la = lamokot, dan ta = taneuh) yang dilihat dari akar katanya artinya kurang lebih enam wanoja nu lamokot ku taneuh. Serta mengangkat Esa Eksakti sebagai ketua angkatan kami.

Acara kemudian ditutup dengan tukar kado dan do’a penutup untuk MATAGIRA kedepan. Kami-pun pulang dan Alhamdulillah sampai dengan selamat di kosan masing-masing. Semoga dengan kegiatan yang dilakukan MATAGIRA di hari milad yang ke-4 ini dapat semakin mempererat ukhuwah yang terjalin dan meningkatkan ketaqwaan kita semua terhadap Allah SWT serta menjadi episode yang tidak akan pernah terlupakan di hati.
Dari saya cukup sekian, semoga bermanfaat. 

MATAGIRA,
Dien,
Allahu Akbar.

Bandung, 23 Oktober 2015
Sita Nurhalimah,
Anggota MATAGIRA


Sumber : https://instagram.com/p/80SEwGh5Y6/?taken-by=saepul_away_anwar




Sumber : https://instagram.com/p/9CfpRtETGY/?taken-by=rismamell_msw

0 Response to "CATATAN PERJALANAN with MATAGIRA"

Posting Komentar