Oleh
: Sita Nurhalimah
Hallo,
perkenalkan ! Namaku Sita Nurhalimah. Saat ini aku bekerja sebagai guru di
salah satu sekolah penghafal al-qur’an di daerah Bandung. Kali ini aku akan
menceritakan tentang kisah perjuanganku saat akan masuk ke jenjang perguruan
tinggi. Kenapa, karena menurutku itu sangat berkesan dan penuh haru. Lebih dari
perjuanganku untuk bekerja (melamar kerja dan sebagainya). Perjuangan yang
menjadi pintu gerbang untuk bisa menjadi manusia yang berilmu dan menjadi
bermanfaat bagi masyarakat. Walaupun untuk bermanfaat tidak selalu hanya harus
dengan kuliah. Tapi ini adalah jalan yang menurutku mesti dipilih. Oke langsung
saja ya.
Sebenarnya aku agak tertutup
dan cenderung sangat menjaga privasi. Kadang juga terbuka, apalagi jika udah
nyaman banget. Kalian juga mungkin seperti itu. Namun, untuk hal-hal tertentu
kenapa ngga ? Untuk diceritakan kepada orang lain, di luar sahabat dan
teman yang biasa kita jadikan teman berbagi. Bisa jadi cerita yang menurut kita
biasa saja ternyata itu bisa menginspirasi orang lain.
Aku sendiri merasa tidak
terlalu banyak mengingat tentang ini. Secara garis besarnya ingat, tapi ga
begitu detail. Malah bapak yang lebih inget. Ketika aku main ke rumah bapak (Qadarullah
bapak dan mamah sudah bercerai sejak dulu. Keduanya tinggal di kota yang
berbeda. Aku tinggal bersama mamah di Sukabumi dan bapak beberapa tahun
terakhir tinggal di Tasikmalaya), aku diajak bapak bertamu ke tetangga-tetangga
bapak disana. Bapak nyeritain kisah perjuanganku ini ke orang-orang. Aku bisa
lihat kebanggaan dari sinar matanya.
Di keluarga-besarku
jarang sekali yang bisa menempuh pendidikan sampai bangku perguruan tinggi.
Tercatat hanya satu orang yang kuliah sebelumku, namanya Teh Ratna. Beliau adalah anak dari
pamannya mamah yang Alhamdulillah bisa kuliah dan meraih gelar sarajana
pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Sukabumi. Selain itu
belum ada lagi, karena biasanya hanya sampai tingkat sekolah menengah bahkan
sebelumnya (orangtua-orangtua kami) rata-rata hanya lulus sekolah dasar.
Bermula saat pendaftaran seleksi
jalur undangan yang bernama SNMPTN. Aku pilih Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) di pilihan pertama, lalu Akuntansi (masih PTN UPI). Pilihan keduanya
yaitu Universitas Negeri Jakarta (UNJ), jurusan Pendidikan Ekonomi dan
Akuntansi. Saat itu aku begitu optimis akan diterima di salah satu perguruan
tinggi tersebut, karena aku mengantongi cukup banyak sertifikat lomba yang aku
dapat mulai dari yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kota, Dinas Pendidikan
Provinsi dan yang dikeluarkan oleh UPI serta Unpad (Universitas Padjajaran)
yang semuanya adalah sertifikat peserta dan pemenang olimpiade Ekonomi.
Tibalah saatnya
pengumuman SNMPTN. Aku gagal. Kecewa rasanya. Aku banyak berpikir, kenapa
sampai tidak diterima ? Egoku berkata : “Apa yang kurang dariku ?”. Astagfirullah.
Padahal aku sangat berharap masuk lewat SNMPTN ini. Lalu aku bertanya pada
teman-teman yang juga daftar ke UPI, ternyata 99% tidak diterima. Dari kurang
lebih 100 orang teman seangkatan-ku yang daftar ke UPI, hanya satu orang yang
diterima. Itu pun karena dia atlet yang memiliki banyak sertifikat tingkat
nasional. Entah apa yang membuat kami tidak diterima, tapi dari kabar yang
berhembus mengatakan bahwa saat itu UPI sedang mem-blacklist sekolahku
karena di SNMPTN tahun sebelumnya ada dari beberapa kaka kelas kami yang
diterima disana tapi tidak mereka ambil.
Tidak mau terus terpuruk
dalam kekecewaan, aku kemudian berjuang keras belajar untuk bisa lulus melalui jalur
SBMPTN, jalur satu-satunya yang tersedia agar aku bisa kuliah di PTN. Oh iya,
sebetulnya bisa juga melalui jalur seleksi mandiri yang diselenggarakan tiap
PTN, tetapi melihat kondisi perekonomian keluargaku bisa dibilang hampir
mustahil aku bisa membayar biaya masuknya yang mencapai puluhan juta (jika
diterima melalui seleksi mandiri tadi).
Pasca Ujian Nasional yang
aku ikuti di bulan April 2013, aku sempet bekerja di perusahaan perkreditan
barang elektronik. Bermodalkan ijazah SMP aku dan salah satu temanku mendaftar
ke perusahaan itu, perusahaan yang baru membuka cabangnya di Sukabumi. Kami
bekerja sebagai sales yang tugasnya mencari konsumen dan gaji kami
dihitung berdasarkan besaran nominal harga barang-barang yang berhasil dikredit
oleh konsumen yang mengajukan kredit barangnya melalui masing-masing kami.
Semakin banyak dan semakin besar nilai barang yang dikredit, semakin besar
gajinya. Cukup berkesan, meskipun di akhir aku hanya menerima gaji tak lebih
dari 400 ribu rupiah. Aku juga semakin sadar, bahwa mencari uang itu susah.
Apalagi jika skill kita rendah.
Aku bekerja selama satu
bulan sebelum akhirnya berhenti karena harus fokus belajar latihan-latihan soal
SBMPTN. Pada saat yang sama juga alhamdulillah aku bisa hafal juz 30 setelah
selama kurang lebih 2 bulan menghafal. Ini kulakukan setiap bada magrib dan
subuh, dengan cara 'setor' ke bapak. Ya, ke bapak. Karena mamah sedang bekerja
di luar negeri dan sementara itu tinggal bersama bapak dan teteh.
Soal-soal SBMPTN bisa
dibilang masuk kategori sulit. Satu dua tingkat lebih sulit dibanding soal UN.
Juga, pendaftar SBMPTN itu sangat banyak jumlahnya. Lebih banyak daripada
pendaftar SNMPTN. Aku harus meyakinkan diri bahwa aku bisa. Tidak ada yang
tidak mungkin bagi Allah. Selama kita mau berusaha. Aku pun mengikuti Try
Out-Try Out SBMPTN. Ada yang diadakan oleh mahasiswa Unpad asal Sukabumi.
Bertempat di SMA 4 Sukabumi, aku menjalaninya dengan sepenuh hati. Kemudian
ketika pengumuman, sangat membahagiakan karena tanpa diduga aku menjadi peraih
nilai ke-2 terbaik TO SBMPTN Bidang Soshum (Sosial-Humaniora) dari total lebih
dari 150 orang peserta dari berbagai SMA dan SMK se-Kota Sukabumi.
SBMPTN 2013 untuk wilayah
Sukabumi dan sekitarnya diadakan di Cianjur. Sementara pendaftaran sudah dibuka
dari beberapa pekan sebelumnya. Aku pun daftar di warnet yang terdekat dari
rumah. Aku mengira pilihan jurusan dan PTN-nya dilaksanakan saat hari H tes,
ternyata tidak. Aku mesti pilih jurusan dan PTN-nya saat itu juga. Dengan
mengucapkan bismilah aku pun meng-klik UPI, kemudian UNY dan UNJ dengan jurusan
yang sama, Pendidikan Ekonomi. Keputusan itu belum aku utarakan ke orangtua.
Saat mamah nelepon beberapa jam kemudian setelah daftar, mamah bilang ga
mengizinkan jika aku kuliah di luar Bandung. Apalagi yang jauh-jauh, seperti di
Yogyakarta misalnya. Ya Allah padahal pilihan kedua aku yaitu UNY, di
Yogyakarta. Berarti memang harus pilihan pertama yang lolos.
Bermodalkan buku kumpulan
soal SBMPTN seharga 50 ribu yang aku beli dari sebuah toko buku, aku belajar
setiap hari. Memanfaatkan waktu yang ada se-optimal mungkin. Tidak jarang aku
belajar sampai larut malam. Bahkan sampai tidur dengan buku masih dipegang.
Pemandangan kasur yang penuh dengan buku catatan dan buku pelajaran menjadi hal
biasa di kamar. Untungnya bapak dan teteh sangat maklum dan malah senang
melihat semangat belajarku.
Tiba saat menjelang tes.
Aku sampai survei dulu lokasinya sama bapak di satu hari sebelum tes
berlangsung. Karena tempatnya di Cianjur. Aku tidak mau sampai terlambat datang
tes hanya karena tidak tau lokasi tesnya. Bapak sangat mendukung dan rela
mengantarkan aku kesana, meskipun kami tidak punya kendaraan dan tidak ada
pilihan lain selain menggunakan kendaraan umum.
Tugas kita adalah
berencana dan ber-ikhtiar sebaik mungkin yang kita bisa lakukan. Aku dan bapak
telah survei lokasinya. Ternyata malamnya ada teman yang menawarkan bareng,
naik mobil orang tuanya. Kami janjian jam 4 pagi. Alhamdulllah. Aku pun
sampai di lokasi tes paling awal. Sebelum jam 6, dan aku jadi peserta pertama
yang hadir di ruangan. Tes SBMPTN pun terlewati,
tinggal menunggu pengumumannya.
Pengumuman yang
ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Atas izin Allah SWT aku diterima di UPI. Alhamdulilah
ala kulli hal. Perjuangan belum selesai, aku masih harus memastikan lolos
beasiswa Bidikmisi, beasiswa dari pemerintah untuk anak negeri yang diberikan
secara penuh selama kuliah dan diberikan uang bekal juga setiap bulannya. Aku
mendaftar Bidikmisi sejak awal. Ada kriteria sendiri untuk bisa memperoleh
beasiswa ini, dan yang benar-benar membutuhkanlah yang dapat.
Datang ke UPI untuk
registrasi, lagi-lagi bersama bapak. Kabar baik yang beberapa hari lalu didapat
lantas berubah mencekam saat aku tau bahwa aku tidak lolos Bidikmisi. Ya Allah,
kuatkan hamba. Saat itu juga aku harus bayar UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang besarnya
beberapa juta, jika aku mau terdaftar sebagai mahasiswa UPI. Minta ke mamah dan
bapak ga bisa. Keluarga kami sangat mengharapkan beasiswa ini. Sedih banget.
Aku pun pulang dengan tangan kosong. Di perjalanan pulang menuju Sukabumi aku ngobrol
sama bapak. Bapak bilang ke STEI SEBI aja yang di Parung, Depok. Alhamdulillah
sebelumnya aku sudah punya informasi mengenai sekolah tersebut, ada beasiswa
juga meskipun tidak penuh. Hati ini ga bisa bohong bahwa aku lebih ingin kuliah
di PTN. Sejak saat itu aku berpasrah kepada Allah meminta yang terbaik
dari-Nya.
Kabar datang dari Formasi
(Forum Mahasiswa Sukabumi) melalui pesan singkat yang masuk ke handphone-ku
yang mengatakan bahwa di UPI tambahan kuota bidikmisi yang jika tidak salah ada
penambahan kuota dari 1.000 orang menjadi 1.250 orang. Aku berkesempatan untuk
mendapatkan kuota tambahan tersebut dengan cara mendeskripsikan keadaan keluarga,
khususnya kondisi perekonomian kelurgaku saat itu. Segera aku isi dan aku
ceritakan dengan sejujurnya mengenai yang ditanyakan. Beberapa waktu kemudian
aku pun dapat informasi bahwa aku dapat beasiswanya. Allahu Akbar, Maha
Baik Allah. Alhamdulillah aku bisa kuliah di PTN, di UPI, meskipun dalam
perjalanannya mengalami lika-liku tapi akhirnya bisa berbuah manis.
Banyak pelajaran yang
bisa aku petik dari cerita perjuanganku masuk PTN ini. Semua hal manis yang ada dalam kehidupan
seseorang pasti didalamnya terdapat perjuangan. Kita bisa bermimpi untuk jadi
apapun. Dimana ada kemauan pasti ada jalan, betul sekali pepatahnya. Allah
memberikan jalan bagi hamba-Nya yang mau ‘berjalan’. ‘Berjalan’ menuju tempat
yang lebih baik, menjadi pribadi yang lebih baik.
Sebagaimana jalanan yang
tidak selamanya lurus. Ada kelokan, ada lubang, ada tanjakan, ada turunan,
jembatan, semuanya bisa kita temukan dalam perjalanan. Kita bisa memilih untuk
berhenti atau terus maju bahkan memutar arah untuk kembali pulang. Tetapi yang
bertahan menghadapi rintangan dan terus melangkah inilah yang akan sampai pada
tujuan, Man Saaro 'alaa Darbi Washola (siapa yang berjalan di jalur-Nya
pasti akan sampai tujuan). Masyaallah Tabarakallah. Inilah kisahku,
semoga ada hikmah yang bisa dipetik.
Tulisan ini baru saja diikutsertakan dalam
Lomba Cerita Inspiratif Nasional (LCIN) tema “Perjuangan” yang diselenggarakan
oleh @ikutlomba, walaupun belum masuk kategori juara tapi semoga ini
bermanfaat..
With love,
Sita
0 Response to "Siapa yang Terus Berjalan di Jalur-Nya, Pasti akan Sampai Tujuan : Perjuanganku Masuk PTN"
Posting Komentar