Bicara tentang kedudukan suami dgn istri, Surat Al-Baqarah ayat 233 mengambil analogi yang sangat tepat sekali. Yaitu seorang suami dimisalkan sebagai petani, dan seorang istri dimisalkan sebagai tanah persawahan.
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ
"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki."
Sekurangnya ada tiga fakta unik terkait perumpamaan ini. Pertama, diantara petani dengan sawahnya merupakan hubungan yang saling membutuhkan. Petani tak mungkin bekerja tanpa sawah, begitu pula sawah tak bisa produktif tanpa petani.
Demikianlah hendaknya seorang suami maupun isteri menyadari bahwa ia dibutuhkan oleh pasangannya, dan pada saat yang sama ia juga membutuhkan pasangannya.
Kedua, seorang petani harus memiliki rencana apa yang ingin ia hasilkan. Jika hendak panen jagung, maka ia akan tanam bibit jagung. Jika hendak panen tomat, maka ia pun akan tanam bibit tomat.
Alangkah mengherankan jika seorang petani merencanakan untuk memetik tomat, namun ia justru menanam jagung. Artinya, seorang suami harus merencanakan dengan istrinya kelak ingin memiliki anak seperti apa. Jika hendak mendapat anak saleh, maka ia harus berperilaku takwa dalam memperlakukan istrinya. Karena takwa adalah bibit kesalehan.
Alangkah mengherankan jika seorang suami merencanakan untuk mendapat anak saleh, namun ia justru menanam dengan bibit yang tidak mencerminkan ketakwaan.
Ketiga, tugas petani tak berhenti sampai menanam saja. Ia juga wajib untuk merawat bibit yang ia tanam dengan cara mengairi, memberi pupuk, dan menjauhi dari hama yang merusak. Hanya petani yang tidak bertanggung jawab saja yang menanam bibit lalu pergi meninggalkan.
Itulah cermin dari sosok suami yg mendambakan anak saleh. Tugasnya tidak berhenti sampai istri mengandung dan melahirkan saja. Ia juga wajib merawat dengan nilai-nilai islami, memberi pendidikan yang tepat, dan menjauhi buah hatinya dari pergaulan yang merusak.
Hanya suami yang tidak bertanggung jawab saja yang merasa tugasnya sudah selesai jika istri sudah mengandung.
Tentu masih banyak alasan mengapa Allah mengambil perumpamaan istri sebagai tanah bercocok tanam bagi suaminya. Namun dari ketiga hal di atas saja kiranya sudah cukup menjadi pelajaran.
✍ Ustadz Arafat
Reposted by : @pesanpositifharian
•┈┈┈┈• ❀ 💫⭐💫 ❀ •┈┈┈┈•
0 Response to "Di Balik Sawah yang Rimbun, Ada Petani yang Tekun - Permisalan Istri dan Suami"
Posting Komentar