Seringkali kita, baik sengaja ataupun tidak, merasa paling tahu dan merasa paling benar diantara yang lain. Sehingga kita dengan mudah memberi label pada yang bersebrangan dengan kita sebagai tidak paham, kurang update, atau bahkan salah dan wajib tunduk pada pendapat kita. Inilah yang menjadi salah satu penyebab keretakan dan kerenggangan sosial diantara kita.
Menjadi benar itu penting, namun merasa benar itu tidak baik. Hanya kearifan yang akan membuat seseorang "menjadi benar", dan bukan "merasa benar". Mari bersama-sama kita melakukan refleksi ada di mana kita, "benar" atau "merasa benar".
Berikut beberapa perbedaan "Orang Benar" dan "Orang yang Merasa Benar".
πΈ
1. "Orang Benar" tidak akan berpikiran bahwa ia adalah yang paling benar.
Sebaliknya, orang yang "Merasa Benar" senantiasa diliputi perasaan dan dalam pikirannya selalu tertanam bahwa dirinyalah yang Paling Benar.
πΉ
2. "Orang Benar" bisa menyadari dan tidak segan mengakui kesalahannya.
Adapun orang yang "Merasa Benar" tidak perlu mengaku salah, karena didalam otaknya selalu dijejali pikiran bahwa dia tidak pernah salah.
πΈ
3. "Orang yang Benar" setiap saat akan introspeksi diri, dengan begitu dia juga menemukan ragam kesalahan dan kelemahan dalam dirinya-- dan oleh karenanya, dia bersikap rendah hati.
Adapun orang yang "Merasa Benar" merasa tidak perlu introspeksi diri, karena merasa paling benar, paling tahu dan menganggap yang lain tidak setahu dan sepaham dirinya, oleh karenanya, dia menjadi "Tinggi Hati"--sombong, angkuh, dan mau menang sendiri.
πΉ
4. "Orang Benar: memiliki kelembutan hati dan kesantunan tutur kata. Dia dapat menerima masukan dan kritikan dari siapa saja--mulai dari atasan, rekan sejawat, bahkan dari anak kecil sekalipun.
Sebaliknya, orang yang "Merasa Benar" hatinya keras. Dia sulit menerima nasihat, masukan--apalagi kritikan. Baginya, itu sangat menganggu pikiran dan perasaannya. Celakanya, dia justru paling suka, disadari ataupun tidak, melontarkan kritikan tajam yang acapkali dilakukan tanpa dibarengi dengan data dan fakta yang objektif. Hal itu tentu saja melukai perasaan orang lain.
πΈ
5. "Orang Benar" akan selalu menjaga perkataan dan perilakunya serta berucap penuh kehati-hatian. Hal ini dilakukan agar tidak melukai perasaan orang lain, baik yang disengaja maupun tidak. Dia akan sangat terganggu apabila mendapati orang lain tersingung atau terluka perasaannya karena tutur kata dan sikapnya--meski itu tidak ia sengaja.
Disisi lain, orang yang "Merasa Benar" berpikir, berkata, dan berbuat sekehendak hatinya, tanpa pertimbangan atau memperdulikan perasaan orang lain. Hatinya sudah beku dan tertutup oleh ke-'aku'-annya, sehingga sensifitas atau kepekaannya sudah aus dan karatan.
πΉ
6. Pada akhirnya, "Orang Benar" akan senantiasa dihormati, dicintai, dirindukan, dan disegani oleh hampir semua orang.
Namun, orang yang "Merasa Benar" atau "Merasa Benar Sendiri" hanya akan disanjung oleh mereka yang berpikiran sempit dan sepemikiran dengannya, serta orang yang oportunis dan penjilat yang hanya sekedar ingin memanfaatkan dirinya.
πΊπΊπΊ
Mari senantiasa terus menerus memperbaiki diri untuk bisa "Menjadi Benar", agar tidak selalu "Merasa Benar" dan mengenyahkan perspektif orang lain.
Semoga bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...
π
Sumber :
https://www.atmago.com/posts/refleksi-antara-benar-dan-merasa-benar_post_id_2e4fedab-8c4a-4e9c-a627-a3d04d288f46
0 Response to "Antara Benar dan Merasa Benar"
Posting Komentar