Saudah binti Zum'ah radhiyallahu anha : Ummul Mukminin Kedua



Waktu terus berjalan. Masa berlalu. Ternyata langkah kaki untuk menapaki masa lalu itu sangat berat. Perjalanan yang melelahkan. Apalagi bagi Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam. Serasa setiap saat, setiap malam bayangan dan kenangan Khadijah memburu dimanapun. Bayang itu kadang hilang, apabila Rasulullah menyibukkan diri melayani ummatnya. Namun begitu kesibukan selesai, kesepian mendera lagi. Beliau akan menyendiri, memutar kembali masa-masa saat bersama Khadijah.

Kesedihan itu bukannya tak ada yang tahu. Semua sahabat dan ummat mengetahuinya. Mereka merasa iba, kasihan, namun tak
mampu berbuat apa-apa. Mereka seolah kehilangan upaya untuk mengembalikan keceriaan nabinya. Ada satu cara yang ingin disampaikan, yaitu menikah. Namun tak seorang pun berani mengusulkannya.
Akhirnya, untunglah ada seorang wanita Khaulah binti Hakim As Salamiyah yang berani menyampaikan uneg-uneg itu. Dengan lembut, didekatinya Rasulullah. Dicobanya merayu hati Rasulullah. la sangat memahami bila Rasulullah merasa sangat kehilangan istri, ibu anak-anaknya.

Dengan hati-hati, Khaulah mengajukan saran. "Bagaimana jika Rasulullah menikah lagi?" tanyanya lembut. Rasulullah tersentak, pertanyaan itu mengingatkan kembali saat Nafisah menawarkan pernikahan untuknya. Dua puluh tahun lampau, Rasulullah mengalami hal ini. Beliau menarik nafas panjang, pandangnya menatap Khaulah. Berat beliau menjawab, "Siapa yang akan menggantikan Khadijah, ya Khaulah?" serentak Khaulah menjawab, "Aisyah putri orang yang paling kau cintai, ya Rasulullah!" Wajah Khaulah berseri, bercahaya, sebab menurutnya, Rasulullah pasti akan bersedia menikah lagi. Entah dengan siapa.

Rasulullah termenung, hatinya tergugah. Nama Abu Bakar mengingatkan beliau akan sesuatu. Hingga kini seolah beliau telah melupakan sahabatnya itu. Bahkan tak disadarinya, bahwa 'Aisyah adalah putri sahabatnya. Tersenyum beliau mengenang sahabatnya itu. Pria muslim pertama bersama Ali bin Abu Thalib serta Zaid bin Haritsah. Seorang pria yang begitu masuk Islam, langsung menyatakan diri berjuang di sisi Rasulullah. Sahabat sejati, yang benar-benar tulus mengorbankan semuanya demi menegakkan kebenaran yang dibawa Muhammad. Persahabatan mereka sangat tulus.

Tiba-tiba, sekilas ingatan beliau melayang pada 'Aisyah. Putri sahabatnya itu. "Tegakah aku menolaknya? Betapa terlukanya Abu Bakar nanti?", pertanyaan-pertanyaan itulah yang menggayuti benak beliau. Hati beliau pun sebenarnya tertarik pada gadis mungil itu. Beliau sayang pada 'Aisyah, gadis mungil nan cantik, lincah, dan cerdas. "Tapi bukankah dia masih begitu mungil?", tanyanya pada Khaulah. "Yah, mungil dan menyenangkan hati yang memandang." Khaulah menjawab. Khaulah menahan senyum sebelum melanjutkan. "Lebih baik Rasulullah meminangnya sekarang pada ayahnya. Baru nanti kita tunggu hingga si mungil itu dewasa kelak." sarannya. Jawaban itu sangat mengejutkan Rasulullah. Meskipun kata itu dengan lembut diucapkan.

"Menunggunya dewasa, Khaulah? Kau ini bagaimana? Kemudian siapa yang akan mengurusi rumah ini? Merawat anak-anakku? tiga tahun tidak pendek, Khaulah." jawab Rasulullah heran. Tersenyum sabar Khaulah menatap Rasulullah. Sebab diam-diam dia telah menyiapkan seseorang untuk menunggu Aisyah. Seorang janda yang pantas mendampingi Rasulullah mengingat jasa dan pengorbanan suaminya, yaitu Saudah binti Zum'ah Al Amiriah.

Tersenyum Rasulullah mendengarnya. Beliau agak terkejut juga. Tidak menyangka jika Khaulah telah mempehitungkan segalanya sebelum mengajukan sarannya. Rasulullah mengangguk sebagai tanda Rasulullah mengizinkan Khaulah untuk melamar keduanya. Khaulah berseri wajahnya. Bergegas menuju rumah Abu Bakar, meninggalkan Rasulullah yang tersenyum memandang tingkah Khaulah. Disampaikannya apa yang diamanatkan Rasulullah padanya.

Dengan gembira, Khaulah melangkahkan kaki keluar rumah Abu Bakar. Rumah Saudah binti Zum'ah, itulah tujuannya. Kedatangan Khaulah menimbulkan tanda-tanya di hati Saudah. Sebab tampak kebahagiaan dan keceriaan tercermin di wajah Khaulah. Selagi Saudah masih terheran-heran, Khaulah mendekat "Hai Saudah, Nikmat apalagi yang diberikan Allah padamu?", tanya Khaulah bersemangat. Saudah tertegun, tak mengerti mengapa demikian. Khaulah tertawa melihat kebingungan itu. Didekatinya Saudah, direngkuhnya bahu Saudah sambil berkata, "Saudah, sudahlah
jangan bingung. Dengarkan baik-baik. Aku kesini, diutus Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam untuk meminangmu. Bagaimana? Kau terima?" Saudah tertegun mendengar itu. Lidahnya kelu, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Berita itu merupakan petir baginya. "Benarkah yang
kudengar ini? Tanyanya pada diri sendiri, tertawa Khaulah mendengar itu sembari mengguncang tubuh Saudah. "Hai, bagaimana jawabmu? Kok bisu?"
tanyanya. Dengan tubuh yang gemetaran, menahan hati dan dirinya agar tak pingsan Saudah menjawab, "Ya, aku menerimanya. Tolong, katakan pada ayahku, Khaulah." Tersenyum Khaulah mengangguk.

Zum'ah, ayah Saudah yang sudah tua. Perlahan Khaulah mendekati orang tua itu. Diucapkannya salam dengan pelan, takut mengejutkan. Lembut Khaulah berkata, "Zum'ah, Rasulullah mengutus aku untuk meminangkan putrimu, Saudah untuk beliau." Zum'ah terlonjak. Kegembiraan melingkupi diri dan hatinya. "Alhamdulillah, cocok sekali. Sama-sama turunan keluarga terhormat." serunya gembira. Ditatapnya mata Khaulah, dengan ragu bertanya, "Tapi, bagaimana dengan yang dipinang?" Khaulah, tersenyum, menganggukkan kepalanya. Melihat anggukan itu, lengkaplah rasanya kebahagiaan Zum'ah. Dipanggilnya Saudah. Ditatapnya putrinya itu dengan sungguh-sungguh. Matanya berbinar ketika bertanya, "Saudah, Khaulah saat ini datang diutus Rasulullah untuk meminangmu. Menurutku itu cocok sekali. Tentunya kau demikian juga? Nah, maukah kalian aku nikahkan sekarang?" Saudah mengangguk, kemudian menundukkan kepalanya. Zum'ah segera menyuruh seseorang untuk memanggil Muhammad, untuk dinikahkan dengan Saudah, putrinya itu.

---

📚
Sumber :
Buku "Istri-Istri Nabi Shalallahu 'alaihi Wasallam", karya Prof. Dr. Aisyah Abdurahman.

0 Response to "Saudah binti Zum'ah radhiyallahu anha : Ummul Mukminin Kedua"

Posting Komentar