Antara Sukawana, Leuweung Poek dan Gunung Batu
Bismilllah,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Perkenalkan nama
Saya Sita Nurhalimah, biasa dipanggil Sita. Saya mengambil jurusan Pendidikan
Ekonomi di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Saya angkatan 2013. Kali
ini saya akan menceritakan pengalaman saya saat mengikuti acara NYALASAR 4
(Nyantri Latihan Dasar) yang diadakan oleh MATAGIRA. Tau kan MATAGIRA itu apa ?
kalo masih ada yang belum tau berarti ga gaul. Hehe peace ! oke kita mulai saja, chek
it out.
THE FIRST DAY
Kamis (19/1)
pukul 15.15 saya berangkat dari kosan menuju masjid Al-Furqon bersama dengan
Riani, teman saya yang juga ikut NYALASAR. Sebenarnya kami disuruh kumpul pukul
15.00 oleh teh Fifi, salah satu panitia NYALASAR. Saya juga mengajak
teman-teman yang menjadi peserta untuk kumpul kelompok dulu ba’da dzuhur guna
pengecekan logistik kelompok dan membaginya dengan berat yang sama. Namun, ada
beberapa logistik individu yang masih kurang sehingga mencari dulu sampai duhur
dan packingnya baru selesai sekitar pukul setengah tiga, jadi aja sangat ga
tepat waktu. Jangan meniru perilaku ini ya pemirsa ! nanti mah itu semua harus
dipersiapkan jauh-jauh hari.
Usai
melaksanakan sholat ashar, kami kumpul di Aula Al-Furqon untuk melaksanakan
upacara pembukaan. Upacara pembukaan tersebut pun berlangsung dengan khidmat.
Setelah itu kami diberi dua lembar kain putih berukuran kurang lebih 10cm x 5cm
yang bertuliskan no santri masing-masing. Potongan kain itu, satu lembar di
jahit ke topi rimba dan satu lagi kami tempel di bagian bawah kanan kemeja
dengan menggunakan peniti.
Kang Saeful,
Mas’ul MATAGIRA datang dan memberitahukan kepada kami untuk memilih dan menyebutkan
dua nama benda yang kami sukai. Akhirnya saya memilih awan dan guntur, Elin
(IPAI, 2013) memilih bintang dan galaksi, Risma (PG PAUD, 2013) memilih pink
dan anak-anak, Esa (PPB, 2014) memilih hujan dan sejarah, Riani (Pend.
Akuntansi, 2013) memilih pulpen dan jam tangan, dan Zho (PKK, 2014) memilih air
dan angin. Mengapa kami memilih dua kata tersebut ? Ingin tau lebih lanjut,
silahkan tanya langsung ke orangnya. Hehe
Adzan Maghrib
berkumandang, kami sholat berjamaah. Setelah itu, masing-masing dari kami
diberi sebungkus nasi + lauk oleh panitia. Kemudian, kami sholat isya berjamaah
dan siap-siap untuk berangkat ke Mesjid Baiturrahman yang kalo tidak salah
berada di daerah Nanggro Aceh Darussalam. Eh bukan, maksudnya Gegerkalong
Tengah
Tiba di Mesjid Baiturrahman
kami disambut dengan teh hangat dan berbagai macam gorengan. Tapi, perut masih
kenyang sehingga kami minum tehnya saja. Kami mengikuti pematerian bersama
Ustadzah Novi mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama di alam bebas
nanti (catatan : Setelah selesai upacara pembukaan, dibacakan tata tertib dan
salah satu poin pentingnya yaitu memanggil semua akang teteh di MATAGIRA dengan
sebutan Ustadz dan Ustadzah selama NYALASAR, bukan tanpa alasan lho ! sebutan
itu sebagai do’a agar kelak mereka menjadi Ustadz dan Ustadzah yang sebenarnya.
Aamiin).
Selesai
pematerian, kami pindah ke ruangan yang akan digunakan tidur. Kami sudah
diizinkan untuk beristirahat. Awalnya sebelum tidur, kami berencana untuk
me-review kembali pematerian tentang tali temali dan praktek kurang lebih 15
menit. Tapi, Ustadzah Ida masuk dan melakukan pengecekan logistik individu.
Ustadzah Ida bilang barang bawaan kami kayanya terlalu banyak. Khawatir
memberatkan. Akhirnya sleeping bag dan beberapa barang lain kami relakan untuk
tidak dibawa. Jazakillah Khairon Katsiro Ustadzah Ida, beban kami sedikit
berkurang. (Eh tapi seharusnya mah minta kuatkan pundak ya, bukan minta
dikurangi beban. Benar ?).
THE SECOND DAY
Pukul setengah
3-an kami dibangunkan untuk sholat tahajud. By the way, selama NYALASAR setiap
hari kami harus sholat tahajud minimal 5 rakaat (udah plus witir), shalat dhuha
minimal 2 rakaat, baca Al-Matsurat setiap pagi dan sore, shalat fardu
berjamaah, tilawah minimal 1 juz serta harus senantiasa berzdikir. Itu semua
sudah termaktub dalam tata tertib. Subhanallah sekali ya tata tertibnya. Semoga
jadi kebiasaan ! Aamiiin
Agenda
selanjutnya yaitu muhasabah bersama Ustadzah Ria. Tau kan ? yang jadi penyiar
di MQ fm itu lho. Kemudian kami berbaris dan melakukan pemanasan atau dalam
istilah kerennya mah Warming Up, dipimpin oleh Danru (Komandan Regu) yang
Innalillahi wa Inna ilaihi Roji’un adalah saya (catatan : pesan dari Murrabi,
ketika diberi amanah ucapkan kalimat istirja’). Sesudah pemanasan akhirnya kami
mulai long march dengan pengarahan
dari Ustadz Ali ke arah utara jalan sersan bajuri. Setelah berjalan sekitar 1
jam lebih kami menemukan mesjid lalu kami sholat shubuh berjamaah dan membaca
al-matsurat.
Perjalanan pun
dilanjutkan. Udara pagi yang segar dan alunan yel-yel yang membakar semangat
menemani perjalanan kami. Kami pun beberapa kali istirahat di jalan untuk
sarapan, sholat dhuha atau sekedar merenggangkan otot-otot yang pegal. Akhirnya
kami sampai di tempat tujuan (Desa Sukawana) dengan waktu tempuh yang tidak
bisa disebutkan. Mangga tanyakan langsung kepada kami atau panitia buat
temen-temen dan akang teteh yang kepo.
------Episode
Sukawana-------
Di Desa
Sukawana, kami disuguhi pemandangan kebun teh yang sangat eksotis. Apalagi pas
di tempah kemahnya pemirsa, kan banyak pohon pinus ya. Ketika kami tiduran dan
memandang ke langit, awan-awan cantik di langit biru dengan ujung pohon pinus
yang seakan bersatu membuat kami terpesona.
Kami istirahat
cukup lama, tapi kata Ustadz Ali jangan tidur. Padahal udaranya benar-benar
mendukung. Angin sepoy-sepoy gitu. Bener ya, orang lebih banyak goyah oleh
angin sepoy-sepoy. Bukan oleh angin badai. Maka dari itu, Waspadalah !
Waspadalah !
Banyak kegiatan
yang kami lakukan. Kami masak-masak, mengikuti pematerian bivouk bersama Kang
Saepul Anwar (langsung praktek lho), nyanyi-nyanyi, olahraga (push up, bending,
roll depan, dan lain sebagainya), buat perapian, dan masih banyak lagi.
THE THIRD DAY
Hari ketiga
seperti biasa dimulai dengan qiyamul lail, tapi plus olahraga. Mengapa ? karena
udara disana cukup dingin, jadi kami harus bergerak agar tidak kedinginan yaitu
dengan berolahraga. Dilanjutkan dengan sholat subuh berjamaah dan tausyiah.
Kami masak-masak
lagi, makan-makan, terus mengikuti pematerian mengenai cara penggunaan kompas
tembak bersama Ustadz Dera. Langsung praktek juga, seru pokoknya. Dan setelah
itu kami siap-siap untuk pindah tempat ke Leuweung Poek, Jayagiri.
Di jalan, kami
menemukan beberapa tanaman dan hewan yang bisa dikonsumsi seperti harendong dan
cacing sondari. Baru pertama nyobain harendong, ternyata rasanya tuu wenaaaaak
tenan. Di tempat istirahat yang entah keberapa, kami melakukan simulasi
pencarian korban yang luka-luka. Kami membuat tandu. Tapi, tandu yang kami buat
sangat tidak memenuhi syarat. Maafkan kami yaa.
Perjalanan pun
dilanjutkan, setelah sebelumnya kami mengikat badan kami dengan webbing agar
nanti bisa saling menguatkan. Karena track yang akan kami tempuh cukup licin.
Di track tersebut pula, saya harus rela kehilangan dzikir counter yang baru 4
hari saya beli di SMM-DT (eh malah disebutin tempat belinya). Mungkin itu
adalah peringatan dari Allah SWT karena saya sempat ngelamun dan lupa
mengingat-Nya.
Kami juga sempat
melakukan self moving, tau kan artinya. Self itu sendiri, moving bergerak.
Berarti kurang lebih artinya sendiri bergerak, eh bukan. Bergerak sendiri.
Jadi, kami dipisah. Berjalan masing-masing dengan mengikuti arah jalan berbatu.
Dimulai dari santri no S.01 sampai S.06. dan tibalah kami di Leuweung Poek.
-------Episode
Leuweung Poek-------
Di leuweung
poek, kami diharuskan membuat bivouk kembali. Tapi, kali ini perorangan. Cukup
menguji nyali. Sesuai namanya, Leuweung Poek emang leuweung yang bener-bener
poek.
Kami
nyanyi-nyanyi lagi, dengan yel-yel yang berubah. Tadinya yel-yel kami disadur
dari lagu sepotong kayu daunnya rimbun, sekarang berganti ke lagu anak paud dan
lagu Waka-waka (lagu resmi piala dunia 2010). Dan tak lupa masak-masak dan
makan berjamaah.
Pemirsa, sudah
tau kan kalo di alam bebas itu termasuk gunung biasanya sumber airnya terbatas.
Bisa menemukan sumber air, tapi harus menempuh perjalanan yang tidak sebentar.
Oleh karena itu, kita dibolehkan untuk tayamum dengan menggunakan debu. Namun,
debu juga ternyata limited edition.
Jadi, boleh pake embun yang ada pada tanaman-tanaman. Alhamdulillah.
Di Leuweung
Poek, kami melakukan banyak hal yang kami tidak sangka bisa dilewati. Kami
disini belajar untuk Sami’na Wa’ato’na,
Insya Allah. sesuai yel-yel kami. Selama itu tidak merujuk ke hal-hal yang
bersifat maksiat.
THE FOURTH DAY
Seperti
hari-hari sebelumnya, diawali dengan olahraga dan qiyamulail, shalat berjamaah
serta tausiyah. Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami laksanakan semua
perintah Ustadz dan Ustadzah.
Disini kami
benar-benar diuji mental, kami belajar arti kesabaran dan keikhlasan. Kami juga
belajar untuk bisa mengendalikan emosi. Terimakasih Ustadz, Ustadzah, sudah mau
mendidik kami.
Pagi menjelang
siang, kami long march kembali untuk
tujuan selanjutnya yaitu Gunung Batu.
-------Episode
Gunung Batu-------
Di gunung batu
yang kokoh, kami belajar melakukan descending
atau turun tebing menggunakan berbagai peralatan-peralatan seperti karamantel, figure eight, dan lain-lain. Tentunya
dengan menggunakan pengaman dari webbing yang sebelumnya sudah diajarkan oleh
Ustadzah Ana. Benar-benar menguji adrenalin. Awalnya saya males descending, ngapain gitu. Udah mah nyawa
jadi taruhannya. Tapi ternyata seru, ga sesulit yang dibayangkan. Kalo ga
dicoba, kapan lagi dapet kesempatan turun tebing.
Khusus di Gunung
Batu, kami ga masak-masak. Kami dimasakin oleh Panitia yang akhwat. Bahkan kami
juga sempat disuapin makanan lezat. Subhanallah yaa baik sekali, Ana Uhibbukum Fillah.
Sore mulai
menyapa, kami berbaris kembali dan ada pemberian nama rimba. Nama Rimba saya awalnya
SHS, Elin Bidah, Risma Ceker, Esa Buni, Riani Baseuh, dan Zho Gehu. Entah apa
artinya. Ternyata di akhir (setelah upacara penutupan) kami diberi tau arti
dari nama-nama tersebut. Kami pun tertawa terbahak-bahak.
Alasan kami
diberi nama rimba adalah untuk memperkecil gap
antar angkatan di MATAGIRA. Biar lebih akrab intinya. Terus, dari artikel yang
saya baca juga dikatakan bahwa ketika di hutan, kita harus meminimalisir
penggunaan nama asli. Karena dikhawatirkan nanti ada makhluk lain yang
memanggil-manggil kita, naudzubillahi min
dzalik.
Nama rimba saya
diganti jadi Loceh, karena SHS itu tidak tepat sasaran (kaya subsidi BBM aja).
Hehe
Saat pelantikan
anggota baru MATAGIRA berlangsung, saya sangat terharu. Sahabat saya Dewi
Lestari, datang dan menyematkan syalnya pada saya. Ternyata dia mendapat sms
dari panitia yang isinya undangan menghadiri pelantikan ini. Ada juga teh Eli
Agustina memanggil saya dan memberikan ucapan selamat. Makasih ya teh El.
Di penghujung acara, ternyata kami disuguhi
berbagai panganan lezat yang tidak bisa kami temukan di gunung. Ada martabak,
pisang goreng kriuk-kriuk, sop buah dan lain sebagainya. Terus yang bikin so
sweet, beberapa ustadzah menawarkan untuk menyuapi kami.
Padahal, tau ga
sih ? sebenarnya pas lagi upacara, saya ngebayangin nanti pas pulang mau
singgah dulu di warung jus. Pengen beli sop buah, ga pake es. Karena
tenggorokan saya terasa sangat kering. Eh ternyata disuguhin. Gratis lagi.
Alhamdulillah. Hatur nuhun ya Ustadz, Ustadzah. Maka nikmat tuhanmu yang manakah
yang kamu dustakan ?
Pas momen ini
juga kami benar-benar merasa dirangkul, diakui sebagai anggota keluarga baru.
Layaknya suami-istri yang melihat bayi pertama mereka lahir (hahaaaa lebaayy).
Sepertinya sudah
cukup pamiarsa sadaya. Terimakasih atas perhatiaannya ! Kebenaran datangnya
dari Allah SWT, Kesalahan datangnya dari saya. Mohon maaf apabila terdapat
salah kata.
Wabillahi taufik wal-hidayah, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam dari Loceh !
Salam Lestari !
Wabillahi taufik wal-hidayah, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam dari Loceh !
Salam Lestari !
0 Response to "CATATAN PERJALANAN #NYALASAR4 #MATAGIRA"
Posting Komentar