Oleh : Ust. Salim A. Fillah
Mempercayai yang terbaik dalam diri seseorang akan menarik keluar yang terbaik dari mereka.
Berbagi senyum kecil dan pujian sederhana, mungkin saja mengalirkan
ruh baru pada jiwa yang nyaris putus asa.
atau membuat sekeping hati kembali percaya
bahwa dia berhak dan layak untuk berbuat baik.
➖➖➖
Sejarah di Khulafaur Rasyidin mencatat nama seorang shahabat Rasulullah yang masyhur, Abu Minjan ats-Tsaqafi. Sungguh, sebenarnya dia adalah seorang perwira nan pemberani yang sulit dicari tandingannya. Sayang, orang-orang mengenalnya sebagai peminum khamr. Itu kebiasaan jahiliah yang belum juga berhasil ditaklukkannya. Satu saat, Khalifah ‘Umar ibn al-Khathab menderanya di muka umum sebagai ta’zir.
Beberapa waktu kemudian, dia mengikuti pasukan besar yang dikirim ‘Umar untuk menaklukkan Persia. Barisan besar mujahidin ini dipimpin oleh singa yang menyembunyikan kukunya, Sa’d ibn Abi Waqqash.
Cerita menarik ini terjadi ketika kecamuk perang terjadi di wilayah Qodisiyah. Lagi-lagi, Abu Mihjan kedapatan meminum khamr sehingga Sa’d ibn Abi Waqqash menghukum dengan mengikat dan menyekapnya di dalam kemah utama.
🏇
Ketika Abu Mihjan mendengar derap kuda di sekitar kemah utama, dia melantunkan kekesalannya dalam bait-bair syair :
Lengkap sudah kesedihan dan sesalku kini.
Kutukar kegagahan di atas derap kuda dengan minuman hina, hingga terikat bahu dan kaki.
Jika berdiri tubuhku sakit tertahan besi.
Pintu pun tertutup, membuat teriakanku tak berarti.
⚔
Pertempuran hari itu berlangsung sangat dahsyat. Orang-orang Persia menyerang penuh murka dengan gajah-gajah dan kereta perang mereka. Pasukan panahnya yang termahsyur terus menghujani barisan depan kaum Muslimin hingga mengakibatkan banyak jatuh korban. Sayang sekali, panglima agung Sa’d ibn Abi Waqqash dilanda bisul di sekujur tubuhnya. Dia tak bisa memimpin langsung pertempuran di garis depan. Dengan berbaring di atas sebuah ranjang miring yang diletakkan di panggung tinggi, dia terus memberi perintah, menerima laporan, dan mengatur siasat.
🐘
Gajah-gajah itu yang menjadi masalah terbesar! Kuda-kuda kaum Muslimin tak terbiasa menghadapinya. Hewan-hewan yang biasanya tangkas itu panik, lalu menjadi liar dan tak terkendali. Formasi penyerbuan bubar dan kacau, sementara para gajah dengan belalai yang dipersenjatai gelang baja berpisau mengibas ke kanan dan ke kiri mencerai-beraikan pasukan. Para pejuang Muslim yang mencoba mendekat pun banyak yang celaka karena amukannya.
👀
Antara yakin dan tidak, dari atas ranjangnya, Sa’d ibn Abi Waqqash melihat sosok yang mirip Abu Mihjan ats-Tsaqafi di atas seekor kuda yang ditutupi matanya menghambur ke arah barisan gajah Persia. Dengan sebilah tombak, diserangnya gajah terbesar yang seolah menjadi pimpinan kawanannya. Dengan sebuah gerakan
lincah, orang itu melonjak dan menusukkan tombaknya tepat di mata sang gajah. Gajah itu kini menjadi tak terkendali dan barisan hewan-hewan raksasa itu pun kacau. Para prajurit Muslim yang lain segera mengikuti langkah orang itu, menutup penglihatan kudanya dan
menyerbu mata para gajah dengan tombak mereka.
Sa’d ibn Abi Waqqash sampai tertegak dari pembaringannya menyaksikan kegagahan sosok yang mirip Abu Mihjan itu. Dengan pedang teracung, lelaki pemberani itu mendekat ke arah gajah-gajah dan melumpuhkannya dengan tebasan di kaki depan. Para prajurit Persia yang mengeroyoknya kewalahan. Sayang, orang itu menutup muka dengan ujung sorban. Wajahnya tak terlihat.
Tapi hei, Sa’d ibn Abi Waqqash mulai mengenali kuda yang dipakai orang itu. Itu adalah kuda miliknya! Kuda milik Sa’d ibn Abi Waqqosh sendiri.
❓
Jangan-jangan benar, itu adalah Abu Mihjan? Tapi bukankah dia terikat erat disekap di kemah utama?
🌖
Ketika malam menjelang dan pertempuran agak mereda, Sa’d ibn Abi Waqqash dengan tertatih memeriksa kemah utama.
Abu Mihjan ats-Tsaqafi masih disana, terbelenggu tangan dan kakinya.
Wajahnya ditundukkan, mungkin merasa malu dan tak berguna. Dia beralih ke sudut lain. Kudanya juga ada terikat, tapi tampak begitu lelah dan kepayahan.
“Demi Allah, ada apa dengan kuda ini?” seru Sa’d.
Istri Sa’d ibn Abi Waqqash yang kemudian menjelaskan, bahwa dialah yang melepaskan Abu Mihjan untuk ikut bertempur. Abu Mihjan bahkan memohon supaya bisa menggunakan kuda Sa’d ibn Abi Waqqash.
“Aku melihatnya sebagai seorang yang baik. Dia bersumpah pada Allah!” ujar wanita itu, “Untuk kembali dan mengikat dirinya jika sore tiba. Dan Alhamdulillah dia menepati janjinya.”
“Kalau begitu,” ujar Sa’d, “Seharusnya dia tak lagi di belenggu.
Dia seorang yang mencintai Allah dan berjihad untuk meninggikan kalimat-Nya. Bergembiralah, wahai Abu Mihjan. Semoga Allah mengampunimu.
Sungguh hari ini engkau telah memenuhi hak kuda ini, saat tuannya sedang sakit dan tak bisa membawanya berjihad.
Sibukkan dirimu dengan perang memenangkan agama Allah, dan jangan sampai syaithon menipumu lagi untuk mendekati khamr!”
📚
Dinukil dari buku "Dalam Dekapan Ukhuwah"
0 Response to "Percayailah yang Terbaik"
Posting Komentar