Pada tahun ke-10 setelah Rasulullah SAW diangkat menjadi nabi terjadi peristiwa wafatnya dua orang yang disayangi nabi, yaitu paman nabi (Abu Thalib) dan istri nabi (Khadijah).
➖➖➖
Wafatnya Abu Thalib
Abu Thalib bukan hanya sekedar paman bagi Rasullullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah orangtua dan juga selalu berada paling depan dalam membela Rasulullah saat menghadapi konsekuensi dakwahnya.
Pada tahun ke-10 nubuwah, tubuh tua Abu Thalib ambruk. Tidak bisa dipungkiri, pemboikotan sekitar tiga tahun oleh musyrikin Quraisy pada Bani Hasyim dan Bani Muthalib berdampak buruk pada kondisi psikis dan fisik Abu Thalib.
Dalam Kitab Tahdzib Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam dikisahkan, para pemuka musyrik Quraisy, diantaranya : Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf, Abu Sufyan bin Harb datang menemui Abu Thalib yang sedang sakit keras.
"Hai Abu Thalib, engkau adalah orang yang memiliki kedudukan diantara kami. Sekarang kondisimu sangat mencemaskan dan kami sangat khawatir terhadap dirimu. Engkau sudah mengetahui apa yang terjadi antara kami dan keponakanmu. Panggillah dia dan ajaklah berdamai dengan kami, kami akan berhenti mengganggunya asalkan dia juga tidak lagi mengusik kami. Kami akan membiarkan ia memeluk agamanya itu asalkan ia juga membiarkan agama kami."
Abu Thalib pun memanggil Rasulullah.
"Wahai keponakanku, mereka adalah pemuka-pemuka kaummu, mereka mengajakmu berkompromi."
Rasulullah pun menjawab, "Baik, saya hanya minta satu kalimat saja dari kalian, dengan kalimat itu kalian akan menguasai Bangsa Arab dan bangsa-bangsa non Arab akan patuh pada kalian !"
Abu Jahal berkata: "Baik demi bapakmu, kami akan berikan meskipun 10 kalimat."
Rasulullah berkata, "Ucapkanlah 'Laa ilaaha illallah' dan kalian tinggalkan peribadatan kepada selain Allah !"
Mendengar itu, merekapun bertepuk tangan, sambil berkata, "Apakah engkau ingin menjadikan tuhan-tuhan itu menjadi tuhan yang satu saja hai Muhammad ? Sungguh aneh pemikiran itu !"
Mereka pun berkata lagi,
"Demi Allah, orang ini tidak akan memenuhi apa yang diinginkannya, tinggalkan saja dia dan tetaplah di atas agama nenek moyang kalian hingga Allah memutuskan perkara antara kita dengannya !"
Setelah mereka berpaling, Abu Thalib berkata,
"Demi Allah wahai keponakanku, aku lihat permintaanmu tidaklah berlebihan !"
Mendengar komentar Abu Thalib, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam sangat berharap sekali pamannya bersedia masuk Islam, "Wahai pamanku, katakanlah apa yang kuminta pada mereka tadi agar engkau mendapat syafaat pada hari kiamat nanti."
Abu Thalib menjawab,
"Wahai keponakanku, Demi Allah kalaulah bukan karena caci maki orang banyak terhadapmu dan saudara-saudaramu sepeninggalku, serta kalaulah bukan karena persangkaan orang-orang Quraisy bahwa aku mengatakan karena takut menghadapi kematian, niscaya telah kukatakan kalimat tersebut. Aku tidak ingin mengatakannya hanya untuk menyenangkan hatimu saja."
Ketika Abu Thalib mulai diambang kematian, Al-Abbas memperhatikan gerak kedua bibir Abu Thalib. Dia berkata,
"wahai anak saudaraku, Demi Allah saudaraku (Abu Thalib) telah mengucapkan kalimat yang engkau perintahkan."
Rasulullah pun menjawab,
"Namun saya belum mendengarnya."
Berkaitan dengan kejadian itu, maka turun firman-Nya :
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
(QS Al-Qashash ayat 56)
Kemudian Rasul berkata,
“Aku akan tetap meminta ampunan buatmu selama aku tidak dilarang.”
Maka turunlah firman Allah lagi :
"Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahim."
(QS. At-Taubah ayat 113 )
📚
Sumber :
Tahdzib Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.
Baca juga artikel "Amul Huzn (Tahun Duka Cita)" part 2 disini.
0 Response to "Amul Huzn (Tahun Duka Cita) - Part 1"
Posting Komentar