Antara Islam, Muslim dan Perilaku Islami

Ilustrasi Perilaku Islami

Oleh : Bunda Halimah (disampaikan saat Kajian Online Live Grup Fasil 32 ODOJ)

Sebuah studi menarik dilakukan oleh Hossein Askari, seorang guru besar politik dan bisnis internasional di Universitas George Washington, Amerika Serikat.

Askari melakukan studi untuk mengetahui di negara manakah di dunia ini nilai-nilai Islam yang universal (bukan aspek akidah, ibadah, dan syariah-hudud) paling banyak diaplikasikan. Salah satu indikator yang digunakan adalah kebersihan, ketertiban, dan kerapian. Selain aspek penegakan hukum, indeks korupsi, pemerataan ekonomi, pemimpin yang adil.

Hasil penelitian Askari yang meliputi 208 negara ternyata sangat mengejutkan karena tak satu pun negara Islam menduduki peringkat 25 besar. Dari studi itu, Askari mendapatkan Irlandia, Denmark, Luksemburg dan Selandia Baru sebagai negara lima besar yang “paling Islami” di dunia. Negara-negara lain yang menurut Askari juga menerapkan jalan Islam paling nyata adalah Swedia, Singapura, Finlandia, Norwegia, dan Belgia.

Lalu, bagaimana dengan negara-negara Islam ? Malaysia hanya menempati peringkat ke-33. Sementara itu, negara Islam lain di posisi 50 besar adalah Kuwait di peringkat ke-48, sedangkan Arab Saudi di posisi ke-91 dan Qatar ke-111.

Di manakah urutan Indonesia ? Kita tak perlu kebakaran jenggot membaca hasil studi Askari. Terlepas barangkali metode riset yang masih bisa diperdebatkan, marilah kita introspeksi diri dalam konteks tugas dakwah kita sebagai muslim. Terlebih kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. (data dari Dakwatuna)

Kenapa muslim Indonesia tidak berperilaku Islam atau tidak menjalankan Islam secara benar ? padahal Indonesia negara terbesar yang penduduknya beragama Islam ?

Kenapa banyak sekali terjadi pemurtadan dan mereka beralasan karena melihat perilaku umat Islam ?
Benarkah begitu sebabnya ?
Untuk menjawab pertanyaan diatas bisa dilihat bagaimana hubungan atau interaksi mereka terhadap Al Quran. Mereka semakin jauh dengan Al Quran dan Sunnah. Mereka memisahkan Al-Quran dengan kehidupan sehari-hari mereka. Islam bagi mereka hanya sebatas yang wajib-wajib (shalat, puasa, zakat dan haji yang kadang mereka lakukan dengan rasa terpaksa). Mereka tidak tahu bahwa Islam mengajarkan semua aspek kehidupan.

Islam itu Sumuliyah (menyeluruh) dan itu di ketahui jika dekat dengan Al Quran dan Sunnah serta faham sirah Rasulullah SAW. Quran bukan hanya dibaca saja tapi difahami juga isinya, baca Bahasa Arabnya (tilawah) dan juga baca terjemahannya dan tafsirnya. Jika tidak mengerti apa isinya maka belajarlah di majelis-majelis ilmu Al-Quran dan Sunnah.

Tugas kitalah jika yang mengetahui memberikan pencerahan pada mereka.

Tugas kitalah menyampaikan kepada mereka untuk dekat dengan Al Quran dan Sunnah.

Perhatikan ayat qur'an berikut : وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Imran ayat 104)

Mari kita cermati ayat di atas !
Apa perbedaan makna antara ‘khair’ dan ‘makruf’ ?
Dalam Al-Qur’an terjemah kedua kata ini diterjemahkan dengan ‘kebajikan’.

Secara etimologi keduanya memang bisa diterjemahkan dengan kata kebajikan.
Namun, dalam kaidah Bahasa Arab, “Kullu ma zadal mabna, zadal ma’na” (Setiap bertambah susunan huruf, maka bisa membedakan makna).

Apalagi kedua kata ini (khair dan makruf), bukan hanya berbeda satu huruf, namun jelas berbeda susunan semua hurufnya. Jelas sekali memiliki makna yang berbeda. ‘Khair’ adalah kebajikan yang baru bisa dipahami oleh manusia bila menggunakan kaca mata Islam. Misalnya : shalat dan puasa. Orang di luar Islam bertanya-tanya dan tidak paham, mengapa muslimin cape-cape shalat lima kali sehari semalam dan menahan lapar dan haus puasa selama sebulan ? Mereka tidak mengerti dan paham karena tidak menggunakan sudut pandang Islam.

Sedangkan ‘makruf’ adalah kebajikan yang bisa dipahami oleh semua orang tanpa harus menggunakan sudut pandang Islam. Misalnya : disiplin, jujur, tertib, bersih, amanah, adil, santun, pemurah. Orang-orang di luar Islam, apapun agamanya mengerti dan paham bahwa sifat-sifat di atas adalah kebajikan. Inilah yang kemudian populer disebut sebagai nilai-nilai Islam yang universal. Ini pula yang kerap dijadikan indikator penelitian untuk meneliti negara atau kota paling Islami di dunia.

Itulah mengapa redaksi Al-Qur’an pada surat Ali-Imran ayat 104 di atas menggunakan kata “yad’una” (mengajak) untuk khair dan “ya’muruna” (memerintahkan) untuk makruf. Karena makruf itu kebajikan universal, maka pesan Al-Qur’an perintahkan manusia melakukan makruf.

Siapapun orangnya dan agamanya mesti mengakui dan memahami makruf itu kebajikan. Sedangkan, kepada “khair” pesan Al-Qur’an ajaklah manusia menuju “khair”. Karena, khair adalah kebajikan yang baru bisa dipahami dengan sudut pandang Islam. Maka ajaklah dan serulah manusia, bukan perintahkan.

Apa pelajarannya ?

Dengan penggunaan redaksi yang berbeda dalam ayat di atas, Al-Qur’an ingin berpesan kepada kita (muslimin), “Jadilah kalian yang terdepan dan terbaik dalam hal-hal makruf agar kalian bisa mengajak manusia (diluar Islam) menuju kepada khair (tertarik kepada Islam dan akhirnya memeluk Islam).” Bila kita berantakan dalam hal-hal makruf (disiplin, jujur, amanah, tertib, bersih, santun, adil, pemurah, dll), bagaimana bisa kita mengajak orang-orang di luar Islam menuju khair ? Bagaimana bisa mereka akan tertarik kepada Islam ? jika melihat contoh perilaku tidak Islami dari umat muslim sendiri.

Surat Ali ‘Imran ayat 104 ini adalah ayat perintah dakwah. Demikianlah strategi dan metode dakwah yang diajarkan Al-Qur’an dan telah diteladankan dengan sempurna oleh Rasulullah Muhammad Saw dan generasi sahabat. Simaklah Sirah Nabawiyah, berapa banyak orang-orang kafir Quraisy tertarik memeluk Islam karena keindahan dan keluhuran akhlak dan pribadi Rasulullah Muhammad Saw. Berpegang teguhlah pada Tali Allah Swt yakni Al-Quran, berpegang teguhlah kepada Al Quran dan Sunnah maka kita selamat dunia dan akhirat.

Disaat ada yang menghalangi kita dekat dengan Al-Quran dan Sunnah, jangan di sakiti, saatnya umat Islam bangkit dan menunjukkan contoh kepada dunia bahwa hanya agama Islam yang tinggi dan satu-satunya di ridhai Allah Swt. Siapapun yang menentang Al-Quran jangan diikuti walaupun dia orang yang paling tinggi kedudukan nya. Sudahkah kita menjadi teladan dalam hal-hal makruf agar tersyiar indah ajaran Islam ini kepada orang-orang di luar Islam ? Sehingga, dengan keteladanan dalam hal-hal makruf, ajakan kita kepada mereka menuju khair menjadi powerful. Dan pada akhirnya, mereka tertarik kepada Islam dan semoga memeluk Islam.

Wallahu a’lam bishawab

(Ditulis ulang dengan berbagai tambahan dari Dakwatuna.com dan sumber shahih lainnya)

0 Response to "Antara Islam, Muslim dan Perilaku Islami"

Posting Komentar