Belajar dari Ibunda Hajar

ilustrasi


Tulisan ini dibuat oleh Dr. H. Agus Setiawan, Lc., MA (Dewan Pengawas Syariah, Lembaga Zakat "Inisiatif Zakat Indonesia" (IZI).

πŸ€πŸ€πŸ€

Kita sering terpesona dengan jawaban Nabi Ismail As saat sang Ayah menceritakan mimpinya. Allah SWT berfirman :

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata : “Hai anakku, Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu !” ia menjawab : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Shaffat ayat 102)

🌷🌷🌷

Subhanallah, alangkah sholeh nya Nabi Ismail As. Beliau masih muda, namun memiliki keimanan yang luar biasa. Beliau mempersilakan ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Padahal perintah itu mengorbankan dirinya.

🌱🌱🌱

Tapi pernahkah kita merenungkan, 'Siapakah yang berperan menjadikannya soleh seperti itu?'. Jawabannya adalah sang Ibunda Hajar.

🌹🌹🌹

Beliau ridha kepada Allah SWT ditinggal oleh suaminya di suatu lembah yang tiada tetumbuhan. Beliau mampu menekan perasaan rindu.

πŸ‚πŸ‚πŸ‚

Padahal tidak ada kabar sekian tahun perihal suaminya. Hajar tentu repot membesarkan anak seorang diri. Berperan sebagai single parent. Hajar dan Ismail tentunya memiliki kebutuhan makan dan minum.

🌻🌻🌻

Namun Hajar ridha kepada Allah SWT. Tidak keluar kata-kata tidak baik akan suaminya, Ibrahim As. Hal ini menjadikan Ismail As tidak ada kesan buruk akan ayahnya. Sehingga saat sang Ayah datang.

πŸŒ’πŸŒ’πŸŒ’

Kemudian di malam hari dia bermimpi bahwa dirinya menyembelih anaknya. Sedangkan mimpi seorang Nabi adalah wahyu. Diutarakanlah mimpi itu pada sang Anak. Nabi Ismail As pun menjawab dengan jawaban yang begitu shaleh.

🍏🍏🍏

Itulah buah ridha kepada Allah SWT. Sahabat Al-Abbas bin Abdil Muththalib ra meriwayatkan dari Nabi SAW bahwasanya Beliau bersabda: “Akan merasakan manisnya iman, seorang yang ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasul.” (HR. Muslim no. 150 dan at-Tirmidzi no. 2623)

πŸ’‘
Makna Ridha

πŸ’–
Ridha bermakna menerima semua realita takdir dan ketentuan Allah SWT dengan senang hati, ikhlas, lapang dada, bahagia, tanpa merasa kecewa atau marah. Walaupun ketentuan Allah SWT tersebut tidak sesuai dengan keinginan kita dan kadang membawa kita pada kesedihan.

🌳
Sahabat Ibnu Abbas pernah bercerita : Ketika Rasulullah SAW menemui sahabat-sahabat Anshar, Beliau bertanya : ”Apakah kamu orang-orang mukmin?”.  Mereka diam, maka berkatalah Umar : “Iya, ya Rasulullah.” Nabi SAW bersabda lagi: “Apakah tanda keimanan kalian ?”, Mereka berkata: “Kami bersyukur menghadapi kelapangan, bersabar menghadapi bencana dan ridha dengan qada’ ketentuan Allah.” Kemudian Nabi saw bersabda lagi : “Mereka adalah orang-orang mukmin yang benar, demi Tuhan Ka’bah".


Ridha tidak sama dengan pasrah. Ketika sesuatu yang tidak diinginkan datang menimpa kita, kita memang dituntut untuk ridha menerimanya. Namun kita tetap dituntut untuk selalu berusaha.

πŸ€πŸ€πŸ€

🌐
Sumber : www.izi.or.id

Semoga di bulan Dzulhijjah ini, bulan yang terdapat momen hari Raya Idul Adha didalamnya, kita bisa banyak belajar dari keluarga Nabi Ibrahim As, khususnya belajar untuk ridha kepada Allah SWT.
Aamiin

🌾🌾🌾

0 Response to "Belajar dari Ibunda Hajar"

Posting Komentar