π€
Namanya Hushoin, artinya si kuda kecil. Hushoin ibn Salam. Dan dia seorang rabi muda di Yatsrib. Nasab yang mulia, kecerdasan, dan ketekunan belajar membuatnya disegani di tengah Bani Isroil melebihi usianya. Dia dihargai melampaui umumnya, kadang mengungguli penghormatan pada rabi-rabi tua yang jenggotnya panjang dan lebat menyentuh dada.
π
Lembar-lembar Taurot yang digumulinya tiap hari membuka matanya tentang rahasia kecil mengapa kaumnya berduyun-duyun menghuni Yatsrib sejak beberapa generasi lalu. Mesiah. Sang Juru Selamat. Taurot jernih sekali mengungkap : Nabi terakhir itu akan muncul di sebuah negeri yang terletak di antara dua bukit yang ditumbuhi pohon-pohon kurma.
Yatsrib !
Mereka, orang-orang Yahudi yang ratusan tahun lalu datang ke kota ini adalah mereka yang terusir, penuh lara, dan derita. Sejak pembantaian dan pemusnahan kuil agung di Yerusalem oleh Raja Herodes, kaum ini sekali lagi terdiaspora, menyebar ke berbagai penjuru bumi. Dan mereka yang memahami Taurot itu pergi kemari. Ke sebuah kota di antara bukit yang dijajari pepohonan kurma. Bukan hanya untuk menanti Sang Mesiah, tapi juga penuh harap tinggi-tinggi agar Sang Nabi dilahirkan oleh satu di antara wanita-wanita mereka. Nabi itu, kata mereka, sudah seharusnya berasal dari kalangan mereka, Bani Isroil yang dipilih Alloh sebagai anak-anak kesayangan-Nya.
π
Hushoin ibn Salam terus mengkaji Taurotnya. Hingga dia faham. Sang Nabi akan muncul di Yatsrib. Muncul, bukan lahir. Sekali lagi muncul, bukan lahir. Tanda-tanda Sang Nabi, ciri-ciri zhohir maupun batinnya tergambar jelas, dan bahkan namanya tersurat terang. Ahmad. Yang terpuji. Dia tahu kini, Nabi itu memang akan muncul di Yatsrib. Tapi bukan dari keturunan Isroil. Dia berasal dari sepupu mereka. Bangsa keturunan Ismail, Quroisy. Orang Makkah. Dan kabarnya, yang kata orang-orang Aus dan Khozroj bernama Muhammad, yang terpuji, memang sedang dalam perjalanan menuju kemari.
Yatsrib !
Maka sejak sepekan itu, tiap hari dia memanjat batang kurma di ujung kota. Mata awasnya menyapu sejauh cakrawala. Dimanakah dia, Sang Juru Selamat yang dirindukan seluruh manusia ? Di mana ?
π£
Bibinya yang cerewet selalu menegurnya dan menggasruk punggungnya dengan galah panjang tiap kali dia di atas sana.
“Turun kau, Hushoin ! Apa yang kau lakukan ?”
“Nabi itu akan datang, Bibi ! Aku tahu. Nabi itu akan datang !”
“Turunlah, atau aku pukuli kau dengan galah ini hingga jatuh !”
“Tidak, Bibi. Sang Mesiah akan datang ! Dia penyelamat dan pembimbing kaum kita, juga seluruh ummat manusia. Namanya Muhammad. Dia datang dari arah Makkah ! Dia akan kemari, Bibi. Dia akan ke Yatsrib ! ... Ugh, sakit !”
“Bicara omong kosong apa kau ini ? Turunlah atau aku akan terus memukulimu !”
π΄
Begitulah, tiap hari Hushoin menanti Sang Nabi dengan punggung dipukul bertubi-tubi dan kaki yang menjejak-jejak berusaha bertahan di ketinggian batang kurma. Tiap hari, bibinya makin bosan membujuknya turun. Dan tiap hari kian banyak penduduk Arab Yatsrib menyertainya menanti di antara jajaran rimbun tanaman kurma.
π₯
Orang-orang Aus yang anggun, orang-orang Khozroj yang gagah, semua berdiri dengan harap-harap cemas. Berkali-kali mereka melongok kejauhan, lalu berteduh lagi dari terik di antara reremang bayangan daun kurma. Selamatkah Sang Nabi dari Quroisy yang begitu ingin membunuhnya ?
Selamatkah dia dari kejaran Abu Jahl yang telah bertekad menghabisinya ?
πͺ
Hingga satu hari, dari arah Tsaniyatul Wada’ kepul-kepul debu dilihatnya menjelang kemunculan unta putih yang begitu gagah.* Itukah unta yang masyhur bernama al-Qoshwa ? Itukah Sang Nabi yang menunggangnya ? Ya, itu beliau, Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam !
π
Maka Hushoin berteriak senyaring yang dia bisa, “Wahai orang-orang Arab, itulah dia Nabi yang dijanjikan Alloh dalam Taurot dan Injil ! Itulah Nabi yang datang dari kalangan kalian sendiri, yang kemuliaannya kalian ada padanya ! Bahagialah orangorang yang membela dan menolong risalahnya, binasalah mereka yang menentangnya ! Wahai Bani Isroil, wahai Bani Auf, wahai Bani Nadzir, wahai Qoinuqo’, wahai Quroizhoh, wahai sekalian kaumku orang Yahudi, inilah juru selamat yang dijanjikan untuk kalian !”
πΆ
Sementara Hushoin terus berteriak-teriak, para wanita Yatsrib mulai bersenandung :
(Thala'al badru 'alaynaa
Min Tsaniyyatil wadaaa
Wa jabas syukru 'alaynaa
Maa da'aa lillaahi daaa
...)
(kepada kita telah terbit purnama
dari arah Tsaniyatul Wada’
niscayalah rasa syukur atas kami
selama ini belum ada penyeru di tanah ini
duhai kau yang diutus pada kami
kau datang dengan urusan yang ditaati
kehadiranmu memuliakan kota ini
selamat datang duhai sebaik-baik penunjuk jalan)
π΄
Diantara yang paling menarik perhatian Sang Nabi adalah seorang pemuda yang bergegas turun dari batang kurma untuk menyongsongnya. Hushoin ibn Salam, masih dalam pakaian rabinya yang berwarna hitam berumbai-umbai dihiasi pernak-pernik perak dan sebuah kopiah kecil menempurungi kepalanya, segera menyambut Sang Nabi. Hushoin mencium tangan beliau dan katanya, “Asyhadu an laa ilaaha illalloh, wa annaka Rosululloh, aku bersaksi tiada sesembahan selain Alloh, dan engkaulah utusan Alloh !”
“Siapa namamu, hai pemuda mulia ?” tanya Sang Nabi sambil tersenyum dan menepuk-nepuk bahunya.
“Hushoin, ya Rosululloh. Hushoin ibn Salam.”
“Bukan. Namamu adalah ‘Abdulloh. ‘Abdulloh ibn Salam wahai anak keturunan Harun ! Engkau ini saudaraku dalam iman !”
Maka Hushoin mendapatkan nama baru sekaligus persaudaraan dengan Sang Nabi. ‘Abdulloh ibn Salam, dipersaudarakan dalam iman dengan Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Sebuah kejutan yang indah, dalam dekapan ukhuwah.
πππ
Tulisannya Ust. Salim A. Fillah dalam bukunya yang berjudul Dalam Dekapan Ukhuwah.
πΎπΎπΎ
0 Response to "Kisah Penantian Seorang Rabi Yahudi akan Kedatangan Rasulullah SAW hingga Keduanya dipertemukan"
Posting Komentar