Pentingnya memperlakukan Orang sesuai dengan Karakternya : Rasulullah Sang Analis

Ilustrasi

🌷
Satu waktu, Sa’d ibn Abi Waqqosh sakit dan Rosululloh menjenguknya. Di pembaringan, Sa’d bertanya pada Sang Nabi tentang apa yang harus dia lakukan terhadap hartanya. Dia merasa,banyaknya harta akan menjadi beban ketika dirinya wafat nanti. “Ya Rosululloh,” katanya, “Bolehkah aku mewasiatkan seluruh hartaku ?”
Maksud Sa’d adalah seluruh harta itu diwasiatkan sebagai infaq di jalan Alloh atau hibah untuk mereka yang memerlukan.

Rosululloh menggeleng, “Jangan.”

“Bagaimana jika dua pertiganya?”

“Jangan.”

“Bagaimana jika separuhnya yang aku wasiatkan?”

“Jangan.”

“Bagaimana jika sepertiganya ?”

“Sepertiga itu,” ujar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, “Sudah merupakan jumlah yang banyak. Hai Sa’d, sesungguhnya engkau tinggalkan keluargamu dalam keadaan kaya dan mampu adalah lebih baik daripada kau tinggalkan mereka dalam keadaan fakir dan meminta-minta.”

🌹
Ada seorang kawan yang pernah memberikan ulasan terkait mengapa jawaban Sang Nabi kepada Abu Bakar di beberapa kesempatan dengan saran beliau kepada Sa’d ibn Abi Waqqosh ini tidak sama. Kita tahu, kapanpun Abu Bakar datang dengan membawa seluruh hartanya, Rosululloh tidak pernah menolak. “Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?” tanya Sang Nabi. Abu Bakar biasanya menjawab, “Kutinggalkan untuk mereka Alloh dan Rosul-Nya.” Dan Rosululloh akan mengangguk. Dia tak keberatan. Tetapi kepada Sa’d, kalimat beliau berbunyi, “Sesungguhnya engkau tinggalkan keluargamu dalam keadaan kaya dan mampu adalah lebih baik daripada kau tinggalkan mereka dalam keadaan fakir dan meminta-minta.”

Apa perbedaan di antara mereka berdua ?

“Perbedaannya ada pada kapasitas dan kapabilitas mereka dalam menjemput rizki,” ujar seorang rekan. “Abu Bakar adalah seorang niagawan yang dikenal jujur, amanah, cerdas, profesional dan mumpuni. Dia memiliki wawasan dan jaringan yang luas dalam dagang.

💱
Abu Bakar tak pernah terputus sumber rizkinya karena begitu dia kehabisan uang pun, berduyun-duyun orang berebut menyerahkan modal padanya untuk dikelola. Tidak banyak shohabat lain yang seperti Abu Bakar dalam hal ini.”
“Itulah mengapa,” sambung sahabat saya ini, “Rosululloh tak pernah mengkhawatirkan Abu Bakar ketikapun dia menginfaqkan seluruh hartanya di jalan Alloh.

👤
Adapun Sa’d ibn Abi Waqqosh, kemungkinan besar beliau bukanlah orang yang kemampuan usahanya setinggi Abu Bakar ash-Shiddiq.”

💡
Saya kagum dengan analisis ini. Tapi mungkin perlu ditambahkan satu lagi. Tentang keluarga.
Bagaimana pendidikan, penyiapan jiwa, dan pewarisan nilai-nilai kebaikan yang terjadi pada masing-masing keluarga agaknya juga menjadi pertimbangan Sang Nabi. Keluarga Abu Bakar ash-Shiddiq telah sedemikian rupa dididik oleh shohabat Rosululloh dalam gua itu untuk kokoh dalam iman dan penuh keikhlasan dalam berkorban di jalan-Nya.

💰
Kita ingat peristiwa ketika Abu Bakar hijrah dengan membawa seluruh hartanya. Saat itu, Asma’ binti Abi Bakar menuntun kakeknya, Abu Quhafah yang buta untuk meraba kerikil-kerikil ditutupi kain yang dikatakannya, “Lihatlah, Kek. Ayah meninggalkan banyak sekali harta untuk kita.”

👑
Untuk sekedar menjadi perbandingan, hampir tak ada catatan miring tentang keluarga Abu Bakar dalam beberapa generasi pelanjutnya. Tetapi dalam rumah tangga Sa’d ibn Abi Waqqosh, di generasi kedua telah ada putranya, Umar ibn Sa’d ibn Abi Waqqosh yang berandil besar dalam pembantaian al-Husain ibn ‘Ali ibn Abi Tholib dan keluarganya di Karbala.

➖➖➖

📚
Sumber : "Karena Ukuran Kita Tak Sama", dalam buku "Dalam Dekapan Ukhuwah" karya Salim A. Fillah

0 Response to "Pentingnya memperlakukan Orang sesuai dengan Karakternya : Rasulullah Sang Analis"

Posting Komentar